Kajian Malam Sabtu (Kamastu) The Clash of Ideology Muhammadiyah
Kajian
Malam Sabtu (Kamastu)
The
Clash of Ideology Muhammadiyah
Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) DIY
Jum’at, 27 Oktober 2017 20.00-22.15 WIB Shalihul Huda, M.Fil.I (Penulis
Buku-Mantan Sekretaris PWPM Jawa Timur) dan Dr. Phil.Ridho Al-Hamdi, M.A
(Mantan Ketua PCIM Jerman Raya)
Dalam kajian Kamastu malam ini hadir
narasumber dari PWPM Jawa Timur Shalihul Huda, M.Fil.I. pembahasan beliau dalam kajian malam ini
mengenai “Transisi Ideologi Muhammadiyah” yang berisi otokritik dari internal
Muhammadiyah. Fenomena sejak tahun 2010 yang ditandai dengan masuknya kader
Muhammadiyah ke dalam struktur FPI. Sedangkan FPI bukan menjadi organisasi
keagamaan yang umum di wilayah tersebut, ormas yang disebut oleh Sarjana Muslim
Indonesia sebagai gerakan yang radikal yang menghendaki perubahan yang cepat
serta menggunakan pola-pola dakwah yang instan.
Mengapa demikian? Terdapat
dua faktor besar di antaranya:
Internal-Subjektif
dalam pernyataannya bahwa sudah tidak lagi budaya “”ngaji” di
Muhammadiyah. Fokus gerakan Muhammadiyah adalah mengurusi Amal Usaha
Muhammadiyah (AUM). Para pimpinan Muhammadiyah kurang memberikan ruang kepada
kader dan simpatisan generasi muda.
Eksternal-Objektif. Terjadinya perubahan sosial masyarakat
yang cukup signifikan atas letak geografisnya di jalur Pantura yang
memungkinkan pertumbuhan ekonomi yang besar, sehingga berpotensi terhadap
terjadinya peningkatan kriminalitas (kemungkaran). Seperti diketahui bahwa FPI
muncul secara keras melawan kemunkaran, sehingga daya tarik organisasi ini
memberikan pengaruh terhadap paradigma kader Muhammadiyah.
Sesungguhnya konsep Amar Ma’ruf Nahi
Munkar sama-sama dimiliki baik oleh Muhammadiyah maupun FPI, meskipun
direalisasikan dengan cara yang berbeda.
Atas fenomena tersebut, muncul dua respon dari subjek terhadap
Muhammadiyah
1.
Respon negatif yaitu sikap
menolak Muhammadiyah namun sayangnya masih mencari hidup di AUM.
2.
Respon akomodatif yaitu sikap menerima
keduanya dan menganggap keduanya membawa tujuan yang baik.
Dalam menyikapi fenomena tersebut ada hal
hal yang harus di pahami yakni transisi ideologi, dimana transisi ideologi ini membawa beberapa dampak di antaranya
1.
Ideologis. Terjadinya erosi ideologi dalam diri kader yang menyebabkan
lemahnya militansi berMuhammadiyah, bergesernya ideologi moderat menjadi lebih
radikal yang menyebabkan cara pandang yang semakin keras dalam beragama (lebih
literalisik).
2.
Sosial. Terdapat perubahan-perubahan penggunaan
simbol sosial seperti cara berpakaian, cara berkomunikasi dan bertradisi yang
ke-Arab-Arab-an.
Kondisi yang terjadi saat ini kita dapat
mengambil gambaran dan dari segi narasumber banyak memberikan masukan terkait
transisi ideologi muhammadiyah; diantaranya:
ü Mensolidkan kembali ideologi dan hubungan
antar pimpinan dan anggota di internal Muhammadiyah.
ü Melakukan rekontekstualisasi gerakan
(pardigma dan metodologi) setelah terjadinya pergeseran literalistik dalam cara
pandang.
ü Melakukan “Pribumisasi Gerakan”
Dr. Phil.Ridho Al-Hamdi, M.A, dalam
ulasannya membahas mengenai munculnya kesadaran positif akan “keringnya
rohani”.Kondisi ini disebabkan banyak faktor, namun salah satunya adalah prinsip
tertib administrasi sehingga Muhammadiyah lebih condong pada tugas
keadministrasian/kepanitiaan. Beberapa catatan teknis terhadap buku ini adalah:
1. Pemilihan judul yang lebih akademis. 2. The Clash of Ideology belum cukup
ditekankan, pertarungan antara ideologi yang mana dan antar pihak mana. FPI di
Lamongan belum menjadi gerakan yang mainstream. 3. Eksistensi seseorang atau
pihak tertentu akan tergenjot oleh “momentum”. Adanya fenomena meningkatnya
kriminalitas/kemungkaran bisa jadi adalah momentum yang membuat FPI berdaya
tarik. 4. Penggunaan istilah radikal dalam dunia akademik masih diperdebatkan,
karena radikal dapat masuk ke semua spektrum. Suatu pihak bisa menjadi radikal
dalam kemoderatannya, bisa juga radikal dalam keliberalannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar